Monday 10 June 2013

it's not about the money

Disclaimer *postingan ini sanagt panjang dan ga begitu penting untuk dibaca :D just my note..
sebenernya sekarang lagi seru-serunya ngelanjutin ngetik tesis..tapi saya ingat seseorang pernah mengatakan pada saya untuk berhenti saat kenikmatan menulis itu ada dipuncak. Haa? well,saya juga gak ngerti apa maksud nya setelah ia menjelaskan dengan penuh kelembutan (#eeaaa :*) bahwa saat kita sedang asik2nya menulis, berhentilah. karena untuk melanjtkan tulisan itu akan lebih mudah setelahnya daripada saat kita berhenti menulis setelah kejenuhan melanda, hal itu akan membuat kita agak sulit untuk memulai lagi dalam melanjutkan sebuah tulisan.

Kembali ke judul, semalam saya ngobrol dengan ibu saya. panjang...tentang masyarakat, budaya, akhlaq, dan u-a-n-g. Saat saya lahir dan besar di jakarta saya tidak pernah berfikir panjang tentang uang. Yang saya tahu, jika saya butuh untuk kebutuhan sekolah dan kebutuhan yang lain, maka saya tinggal minta ke ibu saya. Sampai akhirnya saya kuliah, tinggal di solo, ngekos, mulai manage uang sendiri dan yang tidak pernah terbayangkan sampai sekarang adalah saat orang tua saya memutuskan untuk ikut-ikutan tinggal di solo karena adik saya juga kuliah di solo. Akhirnyaa..saya yang terbiasa hidup cukup 'santai' di Jakarta menjadi agak jetlag saat harus tinggal di perbatasan solo-sukoharjo yang masih asri udara dan pemandangannya dan 'asri' pula budaya penduduknya..hehe

Tidak mudah untuk hidup membaur dengan masyarakat apalagi dengan masyarakat yang masih 'asri'.. definisi 'asri' versi saya untuk sesi ini adalah yang masih arif dalam kelolakan, agak jauh dari teknologi dan sumber informasi apalagi samapi pada skala global. 

Sebelum saya menuliskan tentang 'uang' ini, saya sangat bersyukur bahwa saya lahir dan dibesarkan dari orang tua dan saudara-saudara yang cukup moderat dalam berislam. Dalam keluarga, kita dibiasakan dan membiasakan diri untuk mengembalikan segala sesuatu permasalahan ke islam. Walaupun belum sempurna, walaupun ibadah masih dalam skala standar, walaupun masih banyak melakukan kesalahan, walaupun ga soleh2 banget :D tapi saya sangat bersyukur dan senang saat saya dan keluarga saya dekat dengan Islam. Karena Islam-lah yang membuat keluarga saya baik-baik saja walaupun gak harmonis-harmonis banget..hehe (dan semoga Allah terus menambah kenikmatan ini...aamiinn). 

Selain itu, karena sejak lahir saya tinggal di jakarta, berteman dengan heterogenitas budaya dan dengan segala sosialitanya, saya tidak begitu paham dengan budaya jawa yang notabene nya orang tua saya asli solo. dibilang putri solo? iya jelas..tapi darah aja.. hehe.. bahasa? saya sudah berusaha untuk memahami saat orang lain berbicara kepada saya dengan bahasa jawa..tapi itu sungguh pekerjaan yang cukup berat karena saya  hanya berhasil memahami beberapa kata yang kalau digabungkan menjadi sebuah kalimat harus berfikir keras karena menggunakan metode analisis. dan seringnya..kesimpulan dari analisis saya itu salah, dengan kata lain sangat beda dengan apa yang dimaksud seseorang yang sedang berbicara dengan saya menggunakan bahasa jawa. haha :D miskom akut. Jadi apalagi terbiasa dengan budaya jawa? tidak banyak, hanya sedikit. yang saya ingat, orang tua saya hanya sering menyuruh saya mendulang adik saya waktu kecil (itu artinya nyuapin makanan,hehe). hmm atau kalo dipanggil orang tua maka harus dijawab 'dalem' (itu artinya, yes..I do :D ). atau jika kita bertamu kemanapun diusahakan untuk membawa 'sesuatu' dan jika ada tamu yang datang kerumah, harus dibawakan 'sesuatu' dari rumah, apalagi kalo tamunya juga bawa 'sesuatu'. kayanya cuma itu yang saya ingat..

Tapi kalo saya pahami sekarang, kebiasaan-kebiasaan yang disebut dengan kebiasaan orang jawa itu sebenernya itulah yang diatur dalam islam. Tentang menghormati yang tua, menyayangi yang muda, sopan, saling memberi hadiah, tidak membantah orang tua..itu semua ada di al-qur'an dan hadist..

Daannnn agak sensitif kalo sudah membicarakan tentang budaya atau adat mungkin yaa. Karena banyak dimasyarakat yang akhirnya, tidak membolehkan orang jawa menikah dengan orang sumatra karena budaya dan adat yang berbeda. Karena saling beranggapan bahwa budaya daerah masing-masing itu berbeda, tidak bisa disamakan, dan menganggap salah budaya yang tidak sama. walaupun menurut saya, semua budaya dan adat selama masih sesuai dengan ajaran Islam itu tidak masalah. jadi kalo Mas Jawa dan Mba Sumatra menikah, itu ga masalah selama mas dan Mbak nya ini memiliki pemahaman Islam yang baik dan syamil mutakamil.. Kalaupun soal karakter, tidak ada yang sempurna kan..tapi saat Islam sudah dihatinya karakter-karakter tidak baik dalam dirinya akan berubah menjadi baik minimal tidak buruk2 banget..Kalo soal ini, saya adalah fans berat nya Umar bin Khatab. Love him so much pokoknya :)

Well, ini pembahasan nya jadi jauh banget yaa..hehe
Intinya saya menuliskan ini agar saya ingat obrolan saya denga ibu saya semalam. ibu saya cerita bahwa kemarin (saat saya tidak dirumah), Ibu saya 'diserbu' se RT karena tidak bisa berbuat apa-apa saat tanah mbah saya sekitar 30 meter harus'direlakan' dengan cara  tidak hormat. ~>ini bahasa ibu saya yang agak lebayy.hehe

Jadi, didepan rumah saya ada sisa tanah mbah saya, tidak begitu lebar yang ditanami bbrp pohon. Tidak bersertifikat karena terpotong jalan dan tidak diurus karena tidak begitu luas. semua aman-aman saja sampai bbrp bulan yang lalu, sawah didepan rumah saya yang berbatasan langsung dengan sisa tanah mbah saya, dibeli oleh develepor yang akan membangun perumahan disana. Karena sebelah sisa tanah mbah saya itu ada tetangga saya yang kebetulan juga punya tanah untuk dipakai usaha pembuatan batu bata mulai terusik dengan pembangunan perumahan itu, bapak itupun kerumah saya untuk mengajak ibu saya 'menjaga' tanah nya karena ada beberapa indikasi bahwa developer itu akan mengambil alih tanah depan sawah yang sebenarnya tidak termasuk dalam hak mereka. suasana agak panas, sementara saya dan adik saya tetap dingin..bukan sok damai, tapi karena tidak mengerti dan kita menganggap untuk diikhlaskan saja, toh tanah itu memang tidak bersertifikat dan juga tidak luas karena terpotong jalan. jadi secara hukum jelas tidak bisa dipertahankan walaupun seluruh warga kampung tahu bahwa itu tanah mbah saya..(masih agak2 inget pelajaran S1. hehe)

Tapi yang terjadiii..kita dimarahin gara-gara dianggap tidak membela harga diri keluarga dan menjaga amanah tanah mbah saya walaupun 1 meter (haha lebay :D). ya bener juga sih..kata Ibu saya ini bukan masalah uang, tapi harga diri (well..sy masih bingung sebenernya apa yang dimaksud dengan harga diri versi ini).

Suatu hari develepor itu kerumah baik-baik untuk menyelesaikan secara persaudaraan katanya. Jadi dia menjanjikan sekian juta ke orang tua saya untuk mengganti karena tidak mungkin perumahan yang akan dibuatnya terpotong ke akses jalan karena terhalang sisa tanah mbah saya. Orang tua saya mempersilahkan dan memang berniat utnuk menyerahkan uang itu ke RT untuk pembangunan minimal mengorganisir sampah yang ibu saya sudah cukup bosen dengan urusan pembuangan sampah yang tidak teratur. Tapi setelah sekian lama develepor itu tak kunjung datang..

Puncaknya kemarin saat saya tidak dirumah ada pengumuman kerja bakti yang ternyata itu bukan kerja bakti sesungguhnya, melainkan hanya menebang pohon-pohon mbah saya di sisa tanah itu. ibu saya yang cukup kaget mengatakan pada pak RT (yang versi ibu saya, pak RT ini mengakui belum lahir pas zaman mbah saya masih hidup) bahwa pohon-pohonya jangan ditebang dahulu karena tanah itu belum selesai urusannya. belum ada itikad baik dari develepornya untuk mengganti. tapi pak RT itu bilang bahwa develepornya sudah bayar ke RT yang uangnya akan digunakan untuk keperluan RT atas dasar prsetujuan kelurahan dan tanpa persetujuan Ibu saya sebagai ahli waris.. Haa? makin bingung ibu saya..tapi ibu saya tetaplah ibu saya, ditengah kebingungannya seorang diri tetap saja menyuguhkan makanan dan minuman ke bapak-bapak muda tersebut yang kata Ibu saya bapak-bapak itu jadi bingung dan agak sungkan saat dihidangkan Ibu saya. Parahnya lagi, Pak RT itu baru meminta maaf ke Ibu saya setelah menebang habis pohon-pohon mbah saya dan mengakui bahwa sebenarnya develepornya itu belum memberikan uang ke RT tapi sudah berjanji akan memberikan..Ibu saya hanya speechless dan berpesan untuk tetap menagih develepor tersebut. dan pak RT itu bilang ke Ibu saya bahwa soal penagihan sudah diserahkan ke mas su**** yang notabenenya adalah pimpinan prema* di kampung tempat saya tinggal. (ini jadi kaya konspirasi tingkat elite yaa,hehe)

Itulah yang ibu saya ceritakan ke saya saat saya sampai rumah dan saya hanya merasa bersalah..kemana aja sayaaa???Ibu sy lagi bingung malah pergi2.. belajar ilmu hukum hampir 7 tahun jadi ngerasa ga guna.. *sedih.
Tapi setelah obrolan panjang, ternyata develepor yang backgroundnya itu abis keluar penjara karena dipenjarakan mertuanya sendiri terkait kasus hutang, sudah melakukan loby-loby ke RT untuk menyerahkan uang tersebut untuk RT. dengan alasan bahwa Ibu saya tidak memegang sertifikat tanah sisa itu jadi untuk membebaskan nya adalah dengan membayar ke umum. well itu ga masalah dan malah baik kan..tapi, masih ada kejanggalan saat develepor tersebut tidak mengkonfirmasi kembali ke orang tua saya dan saat pihak RT langsung mengambil alih tanpa rembuk ke orang tua saya. Selidik demi selidik, sepertinya itu hanya strategi awal develepor tersebut untuk mengambil alih tanah disebelah tanah sisa mbah saya yang lumayan cukup luas dan ada bukti jual beli walaupun tidak ada sertifikat. 

Ribettt, crowded, budaya, adat, akhlaq, dan uang. Saya pun bilang ke ibu saya untuk mengiklhaskan saja lagipula sayang energinya terkuras untuk hal-hal yang ga begitu penting. dan jadi agak plong aja, karena urusan dunia pertanahan itu kita anggap sudah selesai dan diserakan kepada pihak yang berwenang. obrolan berlanjut sampai kepada kenapa skala RT diiming-imingi angka sekian juta saja sudah kehilangan kewibawaannya. gak heran kan kalo skala pejabat-pejabat yang di pusat gak jauh-jauh dengan hal yang seperti itu. Mungkin itu perlunya dibentuk KPK, ya semoga KPK bisa adil dan tidak tebang pilih juga, apalagi ikut2an terima gratifikasi dan terindikasi TPPU juga. Nanti masa KPK lapor ke KPK juga :D 

kata Ibu saya, mau jadi apa nnt Indonesia? ga bisa hilang korupsi kalau yang sekrang-sekarang ini masih ada.. Maka saya bilang ke Ibu saya, Insyaallah masih ada sedikit orang yang berusaha tetap baik dan peduli walaupun sering difitnah bukan karena tidak dirasakan kemanfaatannya, tapi karena orang-orang jahat itu takut tidak lagi bisa leluasa melakukan kejahatannya. Orang-orang baik ini bahkan rela untuk tinggal di pelosok negeri padahal strata pendidikannya memungkinkan untuk melesatkan karir di Ibu kota. Tapi mereka bahagia karena lebih bisa berkontribusi bahkan bisa lebih sejahtera walaupun tidak tinggal di kota-kota besar :) Makanya agak butuh waktu..sekarang juga sudah mulai ada sekolah-sekolah Islam Terpadu dari TK-SMA semoga sampai universitas, ya harapannya perbaikan generasi sejak kecik untuk masa depan yang lebih baik. walaupun itu tidak berhasil jika tidak didukung dengan lingkungan keluarga yang baik juga terutama orang tua yang baik.. Dan ibu saya bilang, kalau gitu cari suami yang baik (hehehe..insyaallah..alhamdullilah di doain)

Seperti biasanya obrolan keluarga selalu diakhiri dengan mengembalikan semua persoalan ke Islam. Bahwa semua ujian, termasuk adat, uang, akhlaq, semua harus dikembalikan ke islam dan jangan sampai itu semua menjauhkan dari keimanan.

***panjang juga ngetik sampe 30 menit. Tapi intinya, obrolan saya dan Ibu saya ditutup dengan pesan penting untuk saya bahwa kalau mau jadi orang kaya, jadilah kaya mulia :) ~>jangan2 selama ini ibu saya sering buka webnya pak jamil azzaini dan uda gabung di komunitas sukses mulia lagi..hehe :D tapi kayanya ga mungkin, di kasih hp aja ibu saya ga mau :)

iya, sudah lama saya juga ingin menuliskan betapa semakin hari manusia dikendalikan uang, padahal manusia adalah makhluk yang paling mulia. suatu hari saat liburan semester S1 saya pulang ke jakarta dimana saya tidak punya uang cash dan dirumah saya ga ada orang padahal saya cuma butuh 10 ribu untuk beli sesuatu yang sangat penting. pas ke depan komplek rumah, saya shock ngeliat 4 ATM Bank yang beda2 dengan antrian yang sangat panjang. Akhirnya saya pulang lagi dan lebih memilih nyari2 di laci semoga ketemu 10 ribu atau nunggu sampe ada yang pulang kerumah :)

Uang bukan segala-galanya tapi hampir segala-galanya butuh uang. alhamdullilah oksigen masih gratis sekarang.. ya semoga sampai seterusnya, jangan pula kedepan karena semakin canggih tekhnologi oksigen aja harus bayar sama seperti air bersih sekarang ini, harus membeli bahkan cukup mahal.

Uang itu ditangan bukan dihati..jadi tidak akan sedih-sesedihnya kalau berurusan dengan uang. Tapi untuk sampai ditangan, uang itu kan ga dateng sendiri..tapi harus usaha dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya. dan ga selesai samapi disitu saja, yang punya tangan juga harus baik dan bisa mengendalikan diri..hehe.. Jangan pula karena uang ditangan bukan di hati jadi malah jadi temennya setan gara2 boros :D *nyengir..hehe

Jadi inget salah satu anggota dewan dari fraksi partai KS pas wawancara skripsi, beliau bilang bahwa  sejahtera itu, pintar otaknya, sehat badannya, tebal dompetnya :D betul betul betul...  Oke juga teori Ibu saya.. "Kaya Mulia". Bagaimana menjadi kaya dengan cara yang kaya hati dan mengkayakan sekitar yang bukan sekedar kaya materi, tapi juga kaya hati karena kekayaan Iman.. 

It's not about the money :)

No comments:

Post a Comment