Thursday, 11 July 2013

Ramadhan: Bulan Komunikasi

Ramadhan ini insyaallah saya akan membuat tulisan setiap hari, niatnya untuk beraktifitas setelah sahur, subur, dan tilawah. Jadi bisa ditulis, ini adalah tulisan seri ramadhan 1 versi saya :D hehe

Kali ini saya terinspirasi dengan banyak hal yang saya alami akhir-akhir ini. K.o.m.u.n.i.k.a.s.i. Jadi ingat buku komunkasi efektif yang saya baca SMA kelas II hasil pinjaman dari perpustakaan daerah yang letaknya percis dibelakang sekolah saya, daerah Rawa bunga, kampung melayu. Covernya warna hitam, kalo ga salah ingat penulis nya Tom Peter <~ tapi kayanya ini salah, betul2 lupa :D. semenjak membaca buku itu saya yang sejak SD-SMP introvert, tiba2pas SMA  berubah jadi ekstrovert.haha. Hampir setiap hari saya membaca buku ini, bahkan saya ceritakan ulang ke teman saya~suatu hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, maklum introvert :) apa-apa dipendam sendiri dan diceritakan kepada diri sendiri.

Mungkin latar belakang keluarga dan pola asuh (orang tua saya bekerja, dan kakak2 saya sibuk) jadi, saya jarang ‘berbicara’ di rumah. Waktu SD, Jika bermain dengan teman di sekitar rumah, sayapun sering nya diam. Tidak pernah ikut menceritakan karena saya sering malu dengan keadaan saya sendiri. Tapi kalau disekolah agak-agak percaya diri karena rangking sering rangking 1-3, terkenal jago matematika dan bahasa inggris,  jadi tidak semakin menambah beban introvert :D

Pas SMP, semakin introvert, pernah gemeteran pas disuruh ngomong depan kelas. Apalagi hampir ga pernah dapet rangking gara2 masuk SMP favorit karena temennya pinter2 semua. Makin aja introvertnya. haha. tapi saya selalu ingat, setiap saya naik angkot ke sekolah, saya suka mengamati sekitar dan sering saya berfikir tentang kenapa dan harus apa. atau bagaimana dan apa.  Melamun ya, tapi sepertinya sense ‘thinking’ saya sudah terpola sejak SMP. tapi ya tadi, introvert..padahal banyak gagasan hasil dari saya ‘melamun’ saya itu, jangankan disampaikan ke orang, menulisnya saja tidak kefikiran.

Alhamdullilah, Pas SMA makin bertemu dengan banyak orang, berdasarkan hasil melamun saya waktu itu, kalo hidup kita harus berpindah lokasi-mungkin hijrah maksudnya. Jadi, kalo SD tinggal jalan kaki dari rumah, SMP harus naik angkot 15 menit, nah pas SMA harus lebih jauh. Akhirnya saya pilih SMA yang butuh waktu 1 jam naik metro mini karena macet. Hasil pikiran saya waktu itu, semakin jauh kita berpindah akan semakin banyak hal yang kita dapatkan. Dan betul saja, pas SMA saya bertemu banyak orang, bergabung di ROHIS dan OSIS, ikut pengajian mentoring SMA, sering jadi panitia, sering rapat, ditambah baca buku yang tadi akhirnya tiba2 berubah jadi ekstrovert. hehehe. Apalagi dulu jadi sekretaris MPK yang ketuanya terlalu cool. Jadi deh, otomatis  ngurusin administrasi organisasi sampe jadi ‘Humas’ nya si ketua. Pas kelas 3 pernah ikut lomba debat sos-pol se jakarta, jadi juara 1. hehe.. makin keliatan ekstrovertnya, tapi sebenernya, pas lomba itu saya lebih ke administrasi misalnya ngumpulin bahan2 materi lomba atau nyiapin syarat administrasi lomba. yang lebih berperan dalam analisis dan mengagas adalah teman saya, si ketua MPK itu, faisal. haha. terus dilanjutkan si amel. Kalau bagian ngomong saya yang bagian gampang-gampang aja itupun setelah dikasih tau sama faisal. (well, dia kuliah di HI FISIP UI, jurusan impian saya sejak SMA dan betul2 cuma impian haha, dan pas saya masuk S2, dia sudah lulus master dari Nottingham university<~ terlalu pinter, sebel. haha) ya, semoga sakinah ma waddah wa rohmah ya cal :)

Oke, paragraph dari SD-SMA keliatan fluktuasinya. belum lagi kalo nambah paragraph cerita pas kuliah, semakin banyaakkk..hehe. tapi bukan itu poin dari seri ramadhan ini. Tulisan panjang diatas, saya hanya ingin menggambarkan bahwa introvert itu sesuatu yang sangat tidak nyaman, dan untuk percaya diri, butuh suport lingkungan sekitar dan tentunya latihan. Tapi saking terlatihnya terlalu ekstrovert ternyata juga tidak baik. 

Itu yang saya pahami akhir-akhir ini, tepatnya sebelum Ramadhan. Saya yang karena tuntutan profesi harus ekstrovert dan speak up, membuat saya terbiasa berkomunikasi efektif, bahkan menjadi mediator dan rata-rata hasil mediasi saya berhasil. Seringnya, sayapun memediasi diri saya sendiri. Akhirnya, hal itu membuat saya berfikir bahwa semua masalah bisa selesai dengan melobi, diskusi, dan meyakinkan orang-orang dengan berbicara. cukup dengan teori, alibi, dan gaya berbicara yang meyakinkan, maka semua masalah bisa selesai. Tapi ternyata tidak juga. dan menurut saya itu suatu kesombongan yang tidak bisa dibanggakan sama sekali.

Alhamdullilah Allah selalu men’tarbiyah’ saya langsung lewat orang-orang disekitar saya. Suatu saat, ternyata saya tidak bisa menyelesikan masalah saya sendiri. Saat saya sudah lelah menyusun kata-kata dan speak up ke pihak2 terkait, kemudian,saya pun sudah lelah menjadi komunikan dan komunikator yang baik, dtambah saya kecewa karena saya merasa tidak ada yang bisa menjadi mediator yang baik saat itulah Allah mengirim saya ke orang-orang baik. 

Tepatnya dua orang baik, kakak kandung saya (Mba Rini), dan kakak tingkat kuliah saya (Mba vida) yang mengingatkan saya tentang sabar dan tawakkal. Dan ternyata itulah komunikasi sesungguhnya. Mengkomunikasikannya ke Allah langsung, lewat do’a.. Bukankah surga, dunia, manusia, dan seisinya semua milik Allah? maka, berbicaralah ke Allah dan Allah adalah sebaik-baiknya mediator. Berkomunikasilah yang baik pada Allah, dengan sejujur-jujurnya hati, memohon ampun, bersyukur, berkeluh kesah, dan memohon suatu hal. Dan terpenting, tidak perlu meng-intervensi Allah, cukup meminta, karena “Mintalah kepada Allah akan kemurahan-Nya, karena sesungguhnya Allah senang apabila dimintai (sesuatu)." (HR.Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud)

Bahkan Rasulluloh aja, tidak bisa meyakinkan pamannya untuk masuk islam. Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya menjelang wafatnya, “Katakanlah, “Laailaahaillallah” agar aku dapat bersaksi dengannya untukmu di hadapan Allah.” Namun ia menolaknya, maka Allah menurunkan ayat, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Q.S Al Qassas: 56)

Tawakkal adalah sebaik-baiknya komunikasi, karena disana ada sisa ikhtiar dan kepasrahan sejadi-jadinya. Ikhtiar yang tawadu’, menjauhkan kesombongan, meyakinkan sebuah harapan, diantara keikhlasan akan sebuah kepasrahan demi sebuah surga di keabadian. 

"Dan orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sungguh, mereka akan Kami tempatkan pada tempat-tempat yang tinggi (didalam surga), yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, itulah sebaik-baik balasan bagi orang yang berbuat kebajikan, yaitu orang yang bersabar dan bertawakal kepada Tuhannya" (QS.Al-ankabut:58-59)

Dan bagi saya, Ramadhan adalah bulan komunikasi paling efektif kepada Allah Ta’alla. Karena setiap yang kita laukan bernilai ibadah dan setiap waktunya bisa menjadi waktu diijabahnya setiap do’a yang kita komunikasikan kepada Nya.

No comments:

Post a Comment