Saturday, 20 April 2013

packaging

suatu hari modem saya hilang, dan saya pun membeli yang baru di tempat yang sama, dengan harga yang sama, provider yang sama, tapi beda merek pada mesin modemnya. Saat saya pulang ke rumah, saya langsung diserbu keponakan saya, Hani (12 tahun), "yee mba nunik pulang, jadi beli modem baru ya, warnanya apa mba?" // "putih.." // "asik2..putih..bagus, gak hitam kaya kemrin".

setelah dia pakai, dia cukup kecewa karena speed nya tidak sekencang yang modem kemarin, saya juga bingung dan agak kangen juga sama modem yang lama..hehe.. tapi sih kayanya karena biasanya saya reload yang IDR 100rb/bln tapi yang sekarang saya reload IDR 60rb/bln :) dan tiba2 hani bilang, "padahal warnanya putih ya..bagus tapi kok lemot banget ya ga kaya yang hitam kemarin, iya sih warna hitam ga begitu bagus tapi lebih cepet..kayanya jangan liat dari luarnya aja deh" // saya pun cuma senyum2 sendiri, iyalah IDR perbulannya beda  :D

Packaging. Seringnya anak-anak saat memlilih suatu barang atau makanan, mereka melihat dari luar, warnannya, bentuknya.. misalnya saja tas, yang penting warnanya pink, entah merk nya apa,apalagi tau kualitasnya. mahal ataupun murah mereka tidak begitu peduli karena yang terpenting adalah dibelikan :D atau makanan, yang penting cupcakes itu bentuknya lucu, krimnya banyak, warna-warni, ga peduli apakah gulanya alami, pewarnanya food grade, brp jumlah kalori dalam 1 kue, apalagi halal atau haram, mereka ga mengerti karena yang mereka tau kuenya terlihat bagus dan rasanya kemungkinan enak.

Anak-anak. belum banyak hal didunia ini yang mereka tau. Mungkin disitulah tugas orang tua untuk memberitahukan mereka yang mana yang benar dan mana yang salah. dan setelah itu melatih mereka untuk terbiasa berani memilih yang benar dan jangan pernah takut untuk tidak melakukan atau memilih yang salah walaupun disekitarnya banyak orang yg melakukan kesalahan itu dan seolah-olah tidak salah. Ini jangka panjang.. urusan kualitas suatu negara, dari kualitas generasinya kan?

Saya jadi teringat, bahwa anak usia 0-7 tahun diusahakan jangan ada diskusi untuk masalah prinsip. karena yang merka butuhkan adalah input, mereka butuh diberitahukan bahwa ini benar, ini salah, ini yang harus dilakukan dan ini yang tidak boleh dilakukan. Misalnya mereka butuh diberitahu bahwa sholat itu wajib, makan itu harus duduk, tidak boleh membuka aurat di depan orang, dll. Tentunya dengan menyesuaikan psikis dan kondisi anak dibawah usia 7 tahun, tidak boleh memaksakan apalagi memukul. Barulah  setelah 7-14 tahun, dipersilahkan dibuka ruang-ruang diskusi untuk membiasakan anak meyakini suatu kebenaran karena ada alasan kebaikan sehingga pemahaman nay tentang benar atau salah karena betul-betul paham bukan hanya sekedar kebiasaan. Misalnya saja kenapa harus menutup aurat, kenapa tidak boleh mengambil barang orang lain tanpa seizinnya, dll..tentu saja dengan komunikasi 2 arah yang efektif, dgn  bahasa-bahasa yang mudah dimengerti anak usia dibawah 14 tahun dan tidak menggurui. Usia 14-21 tahun, mulai mendengarkan pendapat mereka tentang suattu hal tentunya masih harus diawasi dan dipastikan bahwa pendapat mereka atau pilihan mereka benar. Dan usia 21 tahun keatas, idealnya mereka sudah lulus universitas, banyak hal yang mereka sudah pelajar dari lingkungan, dengan ilmu yang mereka dapatkan dan dengan bekal prinsip dari orang tuanya sejak kecil, tentulah bisa jadi, anak mulai dimintakan pendapat-pendapatnya nya tentang beberapa hal, dan pastinya orang tua tenang, bahwa mereka telah berhasil memberikan solusi untuk bangsa ini, 1 generasi terbaik yang bisa memberikan solusi untuk perbaikan bangsa ini karena kekuatan iman mereka, ilmu mereka, moral mereka, dan akhlaq terbaik mereka. Dan pastinya mereka juga akan menjadi menantu-menantu idaman yang akan menjadi istri/suami dan tentunya menjadi orang tua-orang tua terbaik untuk anak-anak mereka kelak :D

Well,pembahasan yang terlalu jauh dan ga begitu nyambung, balik ke packaging. hehe

Pilihan dan sikap kita terhadap apapun memperlihatkan kualitas kita. dan memperlihatkan kualitas lingkungan yang mendidik kita. Misalnya apakah kita masih memilih kue yang bentuk dan warnanya bagus padahal kita tau itu tidak halal sementara ada pilihan kue biasa tapi halal dan thoyib? atau apakah kita akan mengambil uang yang ditemukan dijalan atau mengembalikan itu ke kotak infaq, dll...

Terus, jika kita kembali ke masyarakat sekarang dan melihat lingkungan sekitar, ga usah jauh-jauh deh, coba kita liat kita sendiri, usia berapakah kita sekarang? hehehe, sudahkah kita melihat atau memilih sesuatu hanya dari tampilan luarnya saja? dan sudah kah kita berani memilih sesuatu yang benar saat dimana orang lain mugkin tidak memilih itu atau sudahkah kita berani mengatakan kita salah saat kita menyadari bahwa kita salah walaupun banyak orang lain tanpa rasa bersalah melakukan kesalahn itu..
Bukan salah orang tua mendidik, dan tak ada yang salah karena yang terpenting berusaha benar, kembali kepada kebenaran, kembali pada Al-qur'an dan As-Sunnah :D

Kalo kata Sherina, lihat segalanya lebih dekat, dan kau bisa melihat, lebih bijaksana..
kalo versi saya sih, lihat Al-qur'an lebih dekat, dan kita bisa melihat dan memilih kehidupan ini, dengan bijaksana, karena benar..

Kita: berjalan, bersama..



Kita, menuju tujuan akhir yang sama, melewati jalan yang sama, bersama-sama..
Jalanan nya nyaman, udaranya sejuk, dikiri dan kanan jalan pemandangannya indah,
Kita menikmatinya, perjalanan yang menyenangkan dan membahagiakan, penuh cerita, penuh canda tawa.
Tapi sepertinya aku menyadari, tidak seharusnya kita melewati jalan ini
Kita tersesat, jalan kita salah..

Aku bertanya “apakah kita melewati jalan yang salah”?
Sepertinya aku mengetahui jalan yang seharusnya kita lewati,
Lewat sana, tapi penuh bebatuan, di kiri dan kanan jalan jurang, terjal.
Tidak nyaman, membutuhkan energi yang lebih, extra hati-hati, harus dengan strategi, dan kita harus saling membantu, melindungi, dan saling mengingatkan untuk sabar dan jangan pernah berputus asa dr rahmat Allah, agar tak terpeleset, dan terjatuh..
Nanti mana bisa kita sampai di tujuan akhir itu bersama-sama seperti yang kita harapkan?

Tapi lihatlah lebih seksama, jalan terjal yang harus kita lewati tak begitu panjang,
Hanya jarak dekat.
Dan lihatlah..jalanan setelah jalan terjal itu adalah jalanan yang lebih indah dari jalan yang kita lewati sekarang.
Lebih sejuk, lebih banyak pepohonan dengan bunga warna warni, harum mewangi, banyak kupu-kupu cantik berterbangan, suara burung bersiulan merdu..
dan lihatlah lebih seksama lagi, ya disana. Persis setelah jalanan yang indah itu. Ya, disana. Disanalah tujuan akhir kita.

Tapi.. aku meminta pada mu.
Walaupun sebelum kita mencapai tujuan akhir itu, jalan yang kita lewati indah,
Kita harus tetap bersama-sama.
Tidak hanya untuk menikmati pemandangan yang indah di jalan itu,
Tapi untuk saling mengingatkan, agar jangan lupa bersyukur pada sang Maha Pencipta,
Agar jangan lalai keimanan kita dengan segala kenikmatan yang ada.

Kita.
Tujuan akhir kita yang sama, jalan yang harus kita lewati pun sama, tak selamanya indah.
Apapun jalan itu, kita harus bersama, saling berbagi dalam suka dan duka, saling menguatkan dalam keimanan, saling mengingatkan dalam kesabaran, saling membantu dalam kesulitan.
Yang penting kita yakin bahwa jalan yang akan kita lewati adalah jalan yang benar.
Dan tidak sekedar yakin, tapi kita bersama-sama, berjalan, menyusuri jalan itu, sampai ke tujuan akhir yang kita harapkan.

Kita.
Ya, Kita.
Bukan Aku, Bukan Kamu.
Tapi kita.
Itupun jika Kita (aku dan kamu) memiliki tujuan akhir yang sama, sama-sama tahu dan sama-sama memilih mana jalan yang benar yang harus kita lewati, untuk mencapai tujuan akhir itu bersama.

Dan

Tujuan akhir itu adalah Surga.
Jalan yang benar itu Islam, Qur'an dan Sunnah.
Bersama itu adalah saat ridho Allah membersamai.

:: Karena Surga terlalu mahal untuk diperjuangkan secara sederhana dan terlalu berat untuk dituju sendirian ::

Sunday, 7 April 2013

...

butuh sesuatu untuk bersandar, sebentar saja, satu detik saja, satu tetes air mata saja ...

Friday, 5 April 2013

spechless

antara sedih, bahagia, terharu...

Hampir 2 minggu, Ibu saya ke Jakarta untuk menyelesaikan bebrapa urusan. Secara otomatis pekerjaan yang biasa ibu saya lakukan saya ambil alih. Luar biasa rasanya kalo ga mau disebut kerja rodi. hehe.. biasanya habis subuh saya membuka laptop, melihat notifikasi di facebook atau melihat-lihat tesis saya yang tidak ada tambahan satu huruf pun setiap hari nya :D. Namun, tidak dengan 2 minggu terakhir, selepas sholat subuh saya harus masak karena Hani (keponakan saya) harus membawa bekal sekolah, selain itu sekalian juga menyiapkan sarapan. Setelah itu ke pasar untuk persiapan makan siang, makan malam, dan menstock bahan makanan untuk besok paginya. begitu. setiap hari.
Sampai suatu hari, tepatnya hari rabu kemarin, pagi2 saya ke pasar beli ayam giling dan membuat bakso, lengkap dengan kuah dan sayurnya. Cukup bergizi. Sore nya hani pulang sekolah, dan seperti biasa dia selalu bercerita entah nilai tryout UN nya, teman2 kelasnya, sahabatnya, persiapan masuk SMP, dll.. sambil menghangatkan Bakso di dapur saya bertanya, "han, makan ya pake bakso.."dan jawaban hani "enggak ah, aku mau makan pake telur aja, ada telur gak mba?" oke..sabar..sabar. Saya bertanya lagi "cobain dulu han baksonya kan ini uda di masak.." dia pun memakan nya sedikit dan tetap menanyakan penggorengan untuk menggoreng telur. Saya cukup sedih karena saya ga mau marah.. akhirnya saya diamkan, dan kemarin hari kamis saya memutuskan untuk tidak memasak dan menyerahkan dapur ke adik saya. 
Praktis, hari kamis yang dihidangkan adalah, telur, mie goreng, dan saya kurang tau apa lagi karena hari itu saya kekampus. Padahal sudah hampir 2 minggu ini tidak ada makanan instant di meja makan.
Saya jadi ingat Ibu saya, pagi2 sudah masak, nyapu halaman, mengurus tanaman-tanaman nya, masak makan siang, makan malam, dll. Saya lupa berterima kasih.
Sampai pada hari ini, saya membuat sarapan.. lengkap. Tapi saya belum menegur hani dari kemarin termasuk pagi ini. padahal biasanya setelah masakan matang, orang pertama yang saya suruh makan adalh hani, mungkin hani juga uda bosen saya suruh makan terus. Kadang saya suapin karena saya khawatir gizinya tak mencukupi kerja kerasnya mengingat sampai bulan Mei, hani akan menghadapi hari2 berat dari tryout ujian, PR yang menumpuk, dan Ujian Nasional kelas VI. Saya hanya ingin memastikan, dia sehat dan gizinya tercukupi.
well, karena saya fikir lebih baik diam, hari ini saya pun tidak  menyuruhnya sarapan dan dia berangkat main ke rumah temannya karena setiap jumat sekolahnya libur.
Dan tadi sekitar jam 12 kurang, saya spechless ada chat dari hani :'(

silahkan diklik untuk memperjelas tulisan :)


Hilang seketika lelah-lelah itu...

###

Konflik kadang memang menjadi solusi asalkan bisa mengendalikan konflik itu sendiri. Bagaimana caranya saat konflik itu terjadi, saat itulah menjadikannya momentum mengingat segala kesalahan dan bertekad untuk berbenah diri. Terkadang saya merasa over protective, tapi sepertinya ga juga..saya sering membebaskan hani untuk bermain, memilih sesuai keinginannya asalkan itu semua pada batasnya. Untuk banyak hal, saya sering mengkomunikasikan perkembangan hani ke orang tuanya (di Lampung), bagaimanapun, mendidik anak perempuan bisa menjadi jalan surga bagi orang tuanya.
Pernah suatu hari di hari minggu hani sudah mengajak saya sejak malamnya, untuk bermain badminton pagi hari, setelah sholat subuh. Karena itu bukan hal yang salah, maka saya iyakan, sekalian olahraga juga. Tapi saya bilang saat itu, tapi sebelum main badminton selimutnya harus dilipat. dia mengiyakan, dan saya manfaatkan momentum itu karena sudah 1 tahun lebih sejak tinggal di solo, hani tidak pernah mau melipat selimutnya. Saya khawatir saja ini akan menjadi kebiasaan tidak baik jika terus dibiarkan. Paginya saya bangunkan tapi tetap ga mau bangun. Akhirnya bangun, sholat dan langsung mengambil raket. Saya yang sudah siap dari tadi, mengingatkan tentang kesepakatan semalam bahwa ia akan melipat selimutnya. Tapi ia tetap bersikukuh tidak mau melipat dan saya pun komitmen dengan kesepakatan bahwa bermain badminton setelah selimut terlipat. Yang terjadi, Hani ngambek,membentak, dan tidur lagi dengan selimutnya sampai jam 10. Ya, baiklah..kesabaran seseorang itu diuji dengan banyak cara. Karena saya niat olahraga akhirnya saya bersepeda membeli bebrapa jajanan, kesukaan hani salah satunya. Selama bersepeda itu saya banyak mengevaluasi diri saya sendiri, saya jadi mengingat-ingat apakah saya pernah menyakiti perasaan orang tua saya.. kalau pakai helm mungkin sudah bercucuran air mata. hehe.. sesampainya dirumah, hani yang baru bangun langsung menonton tv dan memperlihatkan muka ngembeknya. Sayapun tetap menwarkan makanan kesukaannya, awalnya tidak mau, tapi akhirnya tetap dimakan juga..
Yang saya yakin kesabaran yang diusahakan sampai titik pasrah pada Allah SWT, maka Allah-lah yang akan membalikkan semuanya diluar kuasa kita sebagai manusia. Besoknya hani melipat selimut. setiap hari..bahkan membereskan spreinya. walaupun agak berantakan.. Tapi saya bahagia. sangat bahagia.

menjadi pengingat bahwa kesabaran yang dibekali iman dan ilmu, akan berbuah manis atas kehendak Allah SWT

Thursday, 4 April 2013

kangen kangen kangen

saya lupa kapan terakhir berkomunikasi dengannya, entah sms, fb, atau mungkin telepon. rasanya sudah lama sekali.. dan semalam saya memimpikannya. sangat jelas. senyum bahagianya, cantiknya... dan itu semua jarang dan bahkan mungkin belum pernah ia lakukan. hehehe..

saya dan dirinya, @Bogor, oktober 2012
Saya langsung mensms nya tentang mimpi itu, dan seperti biasa kemungkinan dia akan membalas beberapa hari kemudian dgn prolog; "sorry nik, hp gw baru ketemu" atau "sorry2 nik, kasus2 dan tgs gw semester ini membuat gw lupa sama dunia" atau "......".

Cobalah diskusi dengannya, ngobrol dengannya, ide2 dan gagasannya penuh visioner, humanis namun sarat ideologis, cerdas. Tak banyak tertampak mata karena itulah ia.. Apapun dia, bagaimanapun dia, saya tetap mencintainya karena saya tau betapa ia mencintai Rabb-Nya.. 

Miss u so bad, brul..