“Karena
setiap kita punya jalan takdir yang berbeda..” *
Syndrome mahasiswa akhir semester biasanya tidak jauh dari tiga
hal; lulus, bekerja, dan menikah. Dan itu tidak terkecuali saya. Dan syndrome itu semakin menjadi-jadi saat
satu per satu teman saya lulus, bekerja, dan menikah, sementara saya masih di
kampus. Dan terus di kampus sampai akhirnya saya melanjukan jenjang S2 di
fakultas dan universitas yang sama. Tidak jarang, banyak teman, saudara, dan
bahkan keluarga bertanya “kapan saya
menikah?”. Dan dengan wajah innocent,
saya hanya bisa menjawab, “ya, insyaallah
segera, mohon doanya ya”. Padahal, dalam waktu yang bersamaan hati saya
menjawab, “mau nya sekarang juga nikah,
tapi tidak tahu sama siapa, kapan, bla bla bla….”
Dua jawaban yang kontradiktif dimana lisan dan hati bertentangan satu
sama lain. Padahal, Iman itu diimani dalam hati, diungkapkan dalam lisan, dan
diamalkan dalam perbuatan. Dan ilmu berbanding lurus dengan iman, itu artinya
iman saya masih goyah karena ilmu saya masih kurang. Bahkan terkadang saya
bertanya penuh dengan keraguan mengapa Allah Ta’alla tidak segera mempertemukan
saya dengan jodoh saya, bahkan menyalahkan beberapa orang mengapa tidak
membantu saya mencarikan jodoh untuk saya.
Tahun-tahun yang cukup berat untuk saya lewati diantara deadline Tesis,
pekerjaan sebagai asisten peneliti yang penuh tekanan, tuntutan untuk menikah,
dan kabar-kabar pernikahan dan kelahiran dari teman-teman. Sementara saya belum
tahu, kapan saya akan menikah dan tidak tahu dengan siapa saya akan menikah. Di
saat-saat itu, ternyata Allah SWT malah memberikan saya tambahan pekerjaan
untuk mengelola Sekolah Pranikah (SPN) yang hampir setiap sesinya saya menjadi
moderator. Ya, alhamdullilah saya aktif di LSM Komunitas Peduli Perempuan dan
Anak (KPPA) BENIH di Solo. Karena itu, setiap kali saya memoderatori SPN,
setiap itulah saya semakin dilema dan semakin gelisah. Namun setiap itulah saya
semakin berfikir dan semakin terbuka memandang tentang pernikahan,
persiapannya, dan tantangannya setelah menikah.
Ilmu itu menenangkan,
ilmu yang memberikan panduan pada kita mana yang benar mana yang salah, mana
yang harus kita lakukan mana yang tidak boleh dilakukan, Ilmu yang fitrah untuk
semua makhluk, ilmu yang mendekatkan pada keadilan menempatkan semuanya sesuai pada
tempatnya, Ilmu yang mendekatkan hamba dengan Tuhan-nya, Ilmu yang
menambah keimanan, Ilmu yang memberikan kemanfaatan, Ilmu yang memberikan
kekuatan untuk bersabar, Ilmu yang memudahkan menangkap sebuah hikmah dari
setiap kejadian, Ilmu yang menambah kebijaksanaan sebuah kepribadian.
Satu hal yang membuat saya berkontemplasi hebat adalah saat salah satu pembicara SPN memaparkan salah satu ayat dalam al-qur’an, ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untuk kalian dari anfus (jiwa-jiwa) kalian sendiri, azwaj (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah (tentram) kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kalian mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum : 21)
Barulah saya memahami bahwa Allah akan memberikan kado pernikahan berupa sakinah ma waddah wa rohmah kepada kedua mempelai yang sudah melakukan ijab qabul. Berarti rasa cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya baru akan ada setelah pernikahan itu terlaksana. Dan itu akan terjadi ketika proses sebelum menikah, saat menikah (walimat ursy), dan setelah menikah dilakukan dengan cara yang Allah ridhoi. Dan yang lebih harus dipastikan adalah bagaimana meluruskan niat bahwa pernikahan itu adalah ibadah, hanya kepada Allah SWT..Insyaallah.
Dari situ saya meyakini bahwa pernikahan adalah sebuah
mitsaqon ghalizan, sebuah perjanjian yang berat. Pernikahan haruslah memenuhi
kriteria Lillah, Billah, dan Ilallah. Yang dimaksud Lillah, ialah niat nikah
itu harus karena Allah. Proses dan caranya harus Billah, sesuai dengan
ketentuan dari Allah, termasuk didalamnya dalam pemilihan calon dan proses
menuju jenjang pernikahan . Terakhir Ilallah, tujuannya dalam rangka menggapai
keridhoan Allah.
Kalau kata Anis Matta,“Dua
jiwa hanya mungkin bertemu dan menyatu kalau hajat mereka sama. Hikmah itulah
yang disampaikan Rasulullah saw, “jiwa-jiwa itu ibarat prajurit-prajurit yang
dibaris-bariskan. Yang paling mengenal diantara mereka pasti akan saling
melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan
saling berbeda dan berpisah”
Maka, semenjak itulah saya betul-betul mencintai Allah SWT, menyerahkan
semua perkara pada-Nya, ikhlas pada takdirnya, dan pasrah pada apapun
keputusannya. Saya hanya berusaha melibatkan Allah dalam setiap keputusan, sehingga apapun yang terjadi, biarlah itu menjadi keputusan Allah..Bukankah hanya Allah yang tahu apa yang terbaik utk hamba-Nya?
Sesungguhnya
Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan
berkata: “Wahai Jibril, aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka
Jibrilpun mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk
langit dan berkata: “Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang
ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk langit
pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap makhluk Allah di
muka bumi ini.” (HR. Bukhari )
Dan janji Allah tidak lah pernah salah. Saat saya
berada pada titik pasrah dan ikhlas, pada titik itulah saya merasakan
ketenangan yang amat sangat. Dan pada saat itulah Allah memberikan jawaban dan
jalan yang mudah sehingga saya bertemu dengan jodoh saya. Proses nya tidak selancar jalan tol, juga tidak semacet jalan raya jakarta pagi dan sore hari. Ada kendala tapi insyaallah selalu ada solusi nya. Mungkin ini yg dimaksud dengan jodoh :)
Proses pernikahan saya berkisar dua bulan, dimulai sejak 23 ramadhan 1434 H, langsung khitbah pada 3 syawal 1434 H dan tanggal pernikahan disepakati tanggal 6 dzulhijah 1434 H. Beberapa minggu setelah menikah suami saya wisuda pascasarjana di UGM Jogjakarta, 1 bulan kemudian alhamdullilah saya positif hamil. Usia 6 bulan kehamilan, saya menyusul ujian tesis dan wisuda 1 bulan setelahnya di UNS Surakarta. Dan saat saya menuliskan ini, mendekati 3 hari menuju hari perkiraan hari lahir putri pertama kami. Alhamdullilah, bersyukur atas segala nikmat yg Allah berikan.
Proses pernikahan saya berkisar dua bulan, dimulai sejak 23 ramadhan 1434 H, langsung khitbah pada 3 syawal 1434 H dan tanggal pernikahan disepakati tanggal 6 dzulhijah 1434 H. Beberapa minggu setelah menikah suami saya wisuda pascasarjana di UGM Jogjakarta, 1 bulan kemudian alhamdullilah saya positif hamil. Usia 6 bulan kehamilan, saya menyusul ujian tesis dan wisuda 1 bulan setelahnya di UNS Surakarta. Dan saat saya menuliskan ini, mendekati 3 hari menuju hari perkiraan hari lahir putri pertama kami. Alhamdullilah, bersyukur atas segala nikmat yg Allah berikan.
Mengutip seperti apa yang dikatakan Helvy Tiana Rosa, sebait ini saya dedikasikan untuk suami saya, “aku tidak bisa mencintaimu dengan sederhana. Aku mencintaimu dengan semua kerumitan
itu, pelik yang berkelip pelangi dari tiap rongga..."
Dan saya selalu bersyukur Allah SWT memberi saya jalan menuju takdir cinta seperti ini. Maka Sering pula saya menyampaikan ke adik2 tingkat yang sedang menanti jodohnya "do the best what
you can do now, karena percayalah apa yang kamu lakukan sekarang, sesungguhnya
juga sedang ia lakukan sekarang. entah siapapun ia, entah dimanapun ia. Jadi
berfokuslah pada apa yang kamu lakukan bukan pada-siapanya. karena ia yang milikmu
adalah ia yang akan datang saat kamu sedang berada dikondisi yang terbaik"
Perjalanan panjang itu membuat saya menyimpulkan bahwa “Karena
setiap kita punya jalan takdir yang berbeda..” dan semoga saat kita mencapai takdir itu, saat itulah kita berada pada titik keimanan tertinggi.
Solo, 18 Syawal 1435 H
*Nunik
Nurhayati, M.H, istri dari Rohmad Suryadi, M.A. Dapat
ditemui di fb: nun1q@yahoo.com atau blog: www.thecolourfulmemories.blogspot.com
No comments:
Post a Comment