Thursday, 10 January 2013

Konstitusi Hijau (Green Constitution)

 Konstitusi Hijau (Green Constitution) Undang-Undang Dasar 1945 Dan Implikasinya Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia 

Oleh:
Nunik Nurhayati 

Istilah Green Constitution atau Konstitusi Hijau belum banyak populer di Indonesia. Jika kita mencari dalam mesin pencari google dengan kata kunci “Green Constitution Indonesia” atau “konstitusi Hijau” , maka informasi yang kita dapatkan tidak terlalu beragam. Jikapun banyak informasi yang muncul, maka itu adalah resume atau judul buku dari Prof.Jimly Asshidiqie yang memang menulis sebuah buku yang berjudul Green Constitution-Nuansa Hijau UUD Negara Republik Indonesia yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2009. Bahkan buku tersebut adalah buku pertama kali yang terbit di Indonesia dengan mengkaitkan judul “green constitution”. Seiring berjalannya waktu, akhirnya banyak pula pakar hukum Indonesia yang menuliskan tema tentang green constitution dalam jurnal-jurnal nasional atau artikel dalam dunia maya itu pun banyak tulisan yang baru dibuat pada tahun 2009 dan setelahnya.
Dalam bukunya, Prof Jimly asshidiqie pun menjelaskan bahwa sebenarnya, sebagai istilah, green constitution bukanlah suatu yang aneh. Sejak tahun 1970-an, istilah tersebut sudah sering digunakan untuk menggambarkan keterkaitan sesuatu dengan ide perlindungan lingkungan hidup[1]. Dalam jurnal-jurnal atau artikel internasional di beberapa negara, istilah itu juga sudah digunakan sejak lama.
Negara-negara didunia menyadari bahwa lingkungan saling berkaitan dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh teritorial batas negara. Banyak perjanjian Internasioanl yang sudah dibuat bahkan sudah diratifikasi oleh negara-negara di Dunia. Menjadi hal konkret bahwa negara-negara tersebut dalam membuat peraturan perundang-undangan nasional di negaranya harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi keberlangsungan hidup generasi selanjutnya. Beberapa negara menunjukkan komitmennya dalam perlindungan lingkungan dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Diantaranya adalah negara Portugal, Spanyol, Polandia, Prancis, Ekuador. Bahkan, dalam amanedemen konstitusinya, negara tersebut memasukkan pasal-pasal tentang perlindungan lingkungan dan konsep pembangunan berkelanjutan sehingga dapat efektif untuk kebijakan-kebijakan pemerintah dibawahnya terkait pembangunan negaranya yang berkelanjutan dan pro-lingkungan.
Tidak terkecuali Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi alam yang sangat besar sebagai paru-paru dunia, maka Indonesia dalam Konstitusi nya yaitu pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 sudah mencerminkan sebagai konstitusi hijau dengan memberikan jaminan hak warga negaranya berupa lingkungan yang bersih dan sehat dengan melakukan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Tuntutan reformasi pada tahun 1998 dengan salah satu agendanya yaitu amandemen sampai kepada perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, menghasilkan banyak rumusan pasal-pasal baru terutama terkait dengan Hak Asasai Manusia. Isu lingkungan pun akhirnya menjadi salah satu Hak Asasai Manusia yang tercantum dalam pasal 28H ayat (1) [2] yang menegaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Hal tersebut tentu memberikan dampak positif yang secara tidak langsung negara berkewajiban untuk betul-betul melestarikan lingkungan hidup yang baik dan sehat untuk memenuhi hak warga negaranya.
Selain pasal tersebut, dalam pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarkan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Ditambahkan pula dalam Pasal 33 ayat (4) [3] UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Berdasarkan pada ketiga pasal tersebut, Indonesia sebenarnya telah menerapkan konsep ecocracy[4] yaitu kedaulatan lingkungan hidup atau ekosistem dimana suatu pemerintahan mendasarkan kepemerintahannya secara taat asas pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development). Gagasan ecocracy ini merupakan upaya untuk mengutamakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam arus politik pembangunan nasional. Namun, walaupun Indonesia dalam konstitusinya telah mengakui subjective right atau duty of the state tetapi pemuatan pola dan arah pembangunan berkelanjutan belum ditempatkan pada pasal-pasal khusus melainkan ditumpangkan atau dicampurkan dengan hak-hak fundamental lainnya.[5]
Oleh karena itu, dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-Undangan maka Pemerintah Indonesia wajib menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia agar menjadi peraturan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tata urutan Peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini yang diatur dalam pasal 7 adalah sebagai berikut: [6]
(1) Undang-undang Dasar 1945
(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(3) Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(4) Peraturan Pemerintah
(5) Peraturan Presiden
(6) Peraturan Daerah Provinsi
(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Tanggal 8 september 2009 DPR dan Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Terhadap Undang-Undang ini tentunya banyak perubahan. Dari segi judulnya, jelas sudah berubah dengan ditambahkannya kalusul kata perlindungan selain kata pengelolaan. Dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah kerusakan lahan perlu dilakukan penegakkan peraturan perundangan-undangan untuk melindungi lingkungan hidup itu sendiri. [7]
Sesuai dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan, maka dalam membuat peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan peraturan diatasnya dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan (UUPPLH) Hidup tentunya masih banyak penyesuaian yang harus dilakukan. Dalam pelaksanaan teknis Undang-undang tersebut dalam Peraturan pemerintah dan Peraturan presiden hendaknya juga disesuaikan dengan UUPPLH yang baru  agar tidak terjadi benturan hukum karena masih mengacu pada UUPLH yang lama. Hal ini juga diatur pula dalam pasal 44 UUPPLH bahwa Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUPPLH



[1] Jimly Asshiddiqie. 2009. Green Constitution Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Rajawali Pers.
[2] Pasal 28 H ayat (1) merupakan hasil Perubahan kedua UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 2000
[3] Pasal 33 ayat (4) merupakan hasil Perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada 10 Agustus 2002
[4] Jimly Asshidiqie, Op. Cit., , hlm.iii.
[5]Jimly Asshidiqie,  Ibid, hlm.6
[6] Lihat UU Nomor 12 Tahun 2011
[7] I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Penguatan Fungsi Lingkungan Hidup melalui Penegakan Hukum Lingkungan Sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Yustisia. Edisi Nomor 78 September-Desember 2009, Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta.

No comments:

Post a Comment