Konstitusi Hijau (Green Constitution) Undang-Undang Dasar 1945 Dan Implikasinya Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
Oleh:
Nunik Nurhayati
Istilah Green Constitution
atau Konstitusi Hijau belum banyak populer di Indonesia. Jika kita
mencari dalam mesin pencari google dengan kata kunci “Green Constitution
Indonesia” atau “konstitusi Hijau” , maka informasi yang kita dapatkan
tidak terlalu beragam. Jikapun banyak informasi yang muncul, maka itu
adalah resume atau judul buku dari Prof.Jimly Asshidiqie yang memang
menulis sebuah buku yang berjudul Green Constitution-Nuansa
Hijau UUD Negara Republik Indonesia yang diterbitkan pertama kali pada
tahun 2009. Bahkan buku tersebut adalah buku pertama kali yang terbit di
Indonesia dengan mengkaitkan judul “green constitution”. Seiring
berjalannya waktu, akhirnya banyak pula pakar hukum Indonesia yang
menuliskan tema tentang green constitution dalam jurnal-jurnal nasional
atau artikel dalam dunia maya itu pun banyak tulisan yang baru dibuat
pada tahun 2009 dan setelahnya.
Dalam
bukunya, Prof Jimly asshidiqie pun menjelaskan bahwa sebenarnya,
sebagai istilah, green constitution bukanlah suatu yang aneh. Sejak
tahun 1970-an, istilah tersebut sudah sering digunakan untuk
menggambarkan keterkaitan sesuatu dengan ide perlindungan lingkungan
hidup[1]. Dalam jurnal-jurnal atau artikel internasional di beberapa negara, istilah itu juga sudah digunakan sejak lama.
Negara-negara
didunia menyadari bahwa lingkungan saling berkaitan dan dibutuhkan oleh
seluruh umat manusia tanpa dibatasi oleh teritorial batas negara.
Banyak perjanjian Internasioanl yang sudah dibuat bahkan sudah
diratifikasi oleh negara-negara di Dunia. Menjadi hal konkret bahwa
negara-negara tersebut dalam membuat peraturan perundang-undangan
nasional di negaranya harus berdasarkan prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi keberlangsungan hidup
generasi selanjutnya. Beberapa negara menunjukkan komitmennya dalam
perlindungan lingkungan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.
Diantaranya adalah negara Portugal, Spanyol, Polandia, Prancis, Ekuador.
Bahkan, dalam amanedemen konstitusinya, negara tersebut memasukkan
pasal-pasal tentang perlindungan lingkungan dan konsep pembangunan
berkelanjutan sehingga dapat efektif untuk kebijakan-kebijakan
pemerintah dibawahnya terkait pembangunan negaranya yang berkelanjutan
dan pro-lingkungan.
Tidak
terkecuali Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki potensi
alam yang sangat besar sebagai paru-paru dunia, maka Indonesia dalam
Konstitusi nya yaitu pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
sudah mencerminkan sebagai konstitusi hijau dengan memberikan jaminan
hak warga negaranya berupa lingkungan yang bersih dan sehat dengan
melakukan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Tuntutan
reformasi pada tahun 1998 dengan salah satu agendanya yaitu amandemen
sampai kepada perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, menghasilkan banyak rumusan pasal-pasal baru terutama terkait
dengan Hak Asasai Manusia. Isu lingkungan pun akhirnya menjadi salah
satu Hak Asasai Manusia yang tercantum dalam pasal 28H ayat (1) [2]
yang menegaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Hal tersebut tentu
memberikan dampak positif yang secara tidak langsung negara berkewajiban
untuk betul-betul melestarikan lingkungan hidup yang baik dan sehat
untuk memenuhi hak warga negaranya.
Selain
pasal tersebut, dalam pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa “Perekonomian
nasional diselenggarkan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional”. Ditambahkan pula dalam Pasal 33 ayat (4) [3]
UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Berdasarkan pada ketiga pasal tersebut, Indonesia sebenarnya telah menerapkan konsep ecocracy[4] yaitu
kedaulatan lingkungan hidup atau ekosistem dimana suatu pemerintahan
mendasarkan kepemerintahannya secara taat asas pada prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development). Gagasan ecocracy
ini merupakan upaya untuk mengutamakan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup dalam arus politik pembangunan nasional.
Namun, walaupun Indonesia dalam konstitusinya telah mengakui subjective right atau duty of the state
tetapi pemuatan pola dan arah pembangunan berkelanjutan belum
ditempatkan pada pasal-pasal khusus melainkan ditumpangkan atau
dicampurkan dengan hak-hak fundamental lainnya.[5]
Oleh
karena itu, dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
perundang-Undangan maka Pemerintah Indonesia wajib menyesuaikan seluruh
peraturan perundang-undangan di Indonesia agar menjadi peraturan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tata urutan Peraturan
perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ini yang
diatur dalam pasal 7 adalah sebagai berikut: [6]
(1) Undang-undang Dasar 1945
(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(3) Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(4) Peraturan Pemerintah
(5) Peraturan Presiden
(6) Peraturan Daerah Provinsi
(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(3) Undang-undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(4) Peraturan Pemerintah
(5) Peraturan Presiden
(6) Peraturan Daerah Provinsi
(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Tanggal
8 september 2009 DPR dan Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Terhadap Undang-Undang ini
tentunya banyak perubahan. Dari segi judulnya, jelas sudah berubah
dengan ditambahkannya kalusul kata perlindungan selain kata pengelolaan.
Dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah kerusakan lahan perlu
dilakukan penegakkan peraturan perundangan-undangan untuk melindungi
lingkungan hidup itu sendiri. [7]
Sesuai
dengan teori hierarki peraturan perundang-undangan, maka dalam membuat
peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan peraturan diatasnya dan
tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya. Undang–Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan
(UUPPLH) Hidup tentunya masih banyak penyesuaian yang harus dilakukan.
Dalam pelaksanaan teknis Undang-undang tersebut dalam Peraturan
pemerintah dan Peraturan presiden hendaknya juga disesuaikan dengan
UUPPLH yang baru agar tidak terjadi benturan hukum karena masih mengacu
pada UUPLH yang lama. Hal ini juga diatur pula dalam pasal 44 UUPPLH
bahwa Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUPPLH
[1] Jimly Asshiddiqie. 2009. Green Constitution Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Rajawali Pers.
[2] Pasal 28 H ayat (1) merupakan hasil Perubahan kedua UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 2000
[3] Pasal 33 ayat (4) merupakan hasil Perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada 10 Agustus 2002
[4] Jimly Asshidiqie, Op. Cit., , hlm.iii.
[5]Jimly Asshidiqie, Ibid, hlm.6
[6] Lihat UU Nomor 12 Tahun 2011
[7] I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Penguatan
Fungsi Lingkungan Hidup melalui Penegakan Hukum Lingkungan Sesuai
Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Yustisia. Edisi Nomor 78 September-Desember 2009, Fakultas Hukum Universitas sebelas Maret Surakarta.
No comments:
Post a Comment