http://akhirzaman.info/menukonspirasi/tataduniabaru/2113-codex-alimentarius
Link diatas, analisisnya agak ngeri-ngeri gimana gitu.. intinya, penjajahan lewat makanan, bukan lewat peperangan atau pemikiran yg selama ini sudah banyak dibahas dan terjadi.
wallahualam apakah memang sampai segitunya, tapi kalau saya pribadi memang lebih prefer untuk memasak sendiri apa yang dikonsumsi apalagi untuk keluarga.
Saya sudah membuang semua pewarna dan pasta untuk kue, tidak ada MSG di dapur, menggunakan minyak goreng kemasan dengan penggunaan ukuran minimal setiap gorengnya tapi maksimal 3x pemakaian, mencuci sayur dan buah dengan aliran air yg mengalir agar pestisidanya larut bersama air, membeli sayur dan buah lokal dipasar, bahkan akan mengusahakan memetik sayur atau buah yang ditanam sendiri, mengurangi konsumsi makanan instant, mengurangi konsumsi ayam pedaging kalaupun membeli saya lebih sering membeli daging bagian dada yang kulitnya tidak saya masak dan direbus terlebih dahulu tanpa menggunakan air bekas rebusannya, dan beberapa hal lagi.
Tapi, bukan berarti saya anti jajan dan makan diluar,Karena dua hari kemarin saya membeli nasi padang, steak sirloin, martabak telur. kalaupun membeli diluar, tidak sering apalagi setiap hari. Karena memang ada hari dimana tidak memungkinkan untuk memasak.Atau ada masa dimana kepingin banget makan atau jajan diluar.
Saya berfikir aja sih, memasak sendiri saja kadang masih ada bahan makanan yang kurang save, misalnya saja tahu berformalin, krupuk yang pasti menggunakan 'bleng', bakso yang mengandung borkas walaupun dimasak untuk tambahan sop, dan entah apa lagi. Apalagi kalau membeli makanan diluar? kita tidak pernah tahu bahan apa saja yang digunakan dan bagaimana proses memasaknya.
Saya jadi ingat beberapa waktu lalu pernah update status tentang anti penggunaan MSG. ada yang komentar bahwa MSG tidak apa-apa karena tubuh membutuhkan glutamat. ya memang sih, tapi kan yang dibutuhkan tubuh hanya sedikit, bayangkan jika sarapan, makan siang, makan malam menggunakan MSG, kemudian cemilannya baik jajanan basah ataupun kering seperti chiki-chiki atau snack ringan yang sudah pasti pakai MSG, berapa banyak yang mengendap dan tidak digunakan dalam tubuh? dan jika itu ditimbun setiap harinya sampai bertahun-tahun?
Wallahualam, Kita tidak pernah tau apa yang terjadi kedepannya, yang perlu kita tau adalah apa yang harus kita usahakan hari ini sebagai bentuk preventif kedepannya.
Jalan tengah prakstis nya adalah, lets enjoy the life. Kita nikmati hidup dengan mengkonsumsi apa yang bisa dinikmati oleh tubuh baik jiwa ataupun raga. Sehat dan hemat adalah dua kata favourite untuk merangkum semuanya.
Happy healthy cooking and eating ;D
Menu hari ini, gulai daun singkong yang daun singkongnya baru metik tadi pagi di kebun dekat rumah. Yang metik suami saya Rohmad Sosiawan, sedang saya duduk manis sambil ngeliatin yang metik.. hehe_
Link diatas, analisisnya agak ngeri-ngeri gimana gitu.. intinya, penjajahan lewat makanan, bukan lewat peperangan atau pemikiran yg selama ini sudah banyak dibahas dan terjadi.
wallahualam apakah memang sampai segitunya, tapi kalau saya pribadi memang lebih prefer untuk memasak sendiri apa yang dikonsumsi apalagi untuk keluarga.
Saya sudah membuang semua pewarna dan pasta untuk kue, tidak ada MSG di dapur, menggunakan minyak goreng kemasan dengan penggunaan ukuran minimal setiap gorengnya tapi maksimal 3x pemakaian, mencuci sayur dan buah dengan aliran air yg mengalir agar pestisidanya larut bersama air, membeli sayur dan buah lokal dipasar, bahkan akan mengusahakan memetik sayur atau buah yang ditanam sendiri, mengurangi konsumsi makanan instant, mengurangi konsumsi ayam pedaging kalaupun membeli saya lebih sering membeli daging bagian dada yang kulitnya tidak saya masak dan direbus terlebih dahulu tanpa menggunakan air bekas rebusannya, dan beberapa hal lagi.
Tapi, bukan berarti saya anti jajan dan makan diluar,Karena dua hari kemarin saya membeli nasi padang, steak sirloin, martabak telur. kalaupun membeli diluar, tidak sering apalagi setiap hari. Karena memang ada hari dimana tidak memungkinkan untuk memasak.Atau ada masa dimana kepingin banget makan atau jajan diluar.
Saya berfikir aja sih, memasak sendiri saja kadang masih ada bahan makanan yang kurang save, misalnya saja tahu berformalin, krupuk yang pasti menggunakan 'bleng', bakso yang mengandung borkas walaupun dimasak untuk tambahan sop, dan entah apa lagi. Apalagi kalau membeli makanan diluar? kita tidak pernah tahu bahan apa saja yang digunakan dan bagaimana proses memasaknya.
Saya jadi ingat beberapa waktu lalu pernah update status tentang anti penggunaan MSG. ada yang komentar bahwa MSG tidak apa-apa karena tubuh membutuhkan glutamat. ya memang sih, tapi kan yang dibutuhkan tubuh hanya sedikit, bayangkan jika sarapan, makan siang, makan malam menggunakan MSG, kemudian cemilannya baik jajanan basah ataupun kering seperti chiki-chiki atau snack ringan yang sudah pasti pakai MSG, berapa banyak yang mengendap dan tidak digunakan dalam tubuh? dan jika itu ditimbun setiap harinya sampai bertahun-tahun?
Wallahualam, Kita tidak pernah tau apa yang terjadi kedepannya, yang perlu kita tau adalah apa yang harus kita usahakan hari ini sebagai bentuk preventif kedepannya.
Jalan tengah prakstis nya adalah, lets enjoy the life. Kita nikmati hidup dengan mengkonsumsi apa yang bisa dinikmati oleh tubuh baik jiwa ataupun raga. Sehat dan hemat adalah dua kata favourite untuk merangkum semuanya.
Happy healthy cooking and eating ;D
Menu hari ini, gulai daun singkong yang daun singkongnya baru metik tadi pagi di kebun dekat rumah. Yang metik suami saya Rohmad Sosiawan, sedang saya duduk manis sambil ngeliatin yang metik.. hehe_